A. Pengertian Dasar Negara dan Pancasila sebagai Dasar Negara
Dasar
negara adalah landasan kehidupan berbangsa dan bernegara yang keberadaannya wajib
dimiliki oleh setiap negara
dalam setiap detail kehidupannya. Dasar negara
bagi suatu negara merupakan suatu
dasar untuk mengatur
semua penyelenggaraan yang terbentuk dalam sebuah negara. Negara
tanpa dasar negara berarti negara tersebut
tidak memiliki pedoman
dalam penyelenggaraan
kehidupan bernegara, maka akibatnya
negara tersebut tidak
memiliki arah dan
tujuan yang jelas, sehingga
memudahkan munculnya kekacauan. Dasar negara sebagai pedoman hidup bernegara
mencakup norma bernegara, cita-cita negara, dan tujuan negara.
Pancasila
dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar
Falsafah Negara (Philosofische Gronslag)
dari Negara, ideologi
Negara atau (Staatsidee). Dalam
pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk
mengatur pemerintahan Negara,
atau dengan kata
lain Pancasila merupakan suatu dasar
untuk mengatur penyelenggaraan Negara.
Konsekuensinya seluruh
pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara terutama
segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi
dalam segala bidang dewasa ini dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai
pancasila. Maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Pancasila
merupakan sumber kaidah
hukum Negara yang
secara konstitusional
mengatur Negara Republik
Indonesia beserta seluruh
unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, beserta pemerintah Negara.
Sebagai
dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas
kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum,
sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun
hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang
Dasar yang tidak tertulis atau dalam kedudukannya sebagai
dasar Negara, Pancasila
mempunyai kekuatan mengikat
secara hukum.
Sebagai
sumber dari segala hukum
atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka
Pancasila tercantum
dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD
NKRI 1945, kemudian dijelmakan atau
dijabarkan lebih lanjut
dalam pokok-pokok
pikiran, yang meliputi
suasana kebatinan dari UUD
NKRI 1945, yang
pada akhirnya dikongkritkan atau dijabarkan dari
UUD NKRI 1945,
serta hukum positif lainnya.
Kedudukan
Pancasila sebagai dasar Negara
tersebut dapat diakatakan
bahwa, Pancasila sebagai dasar
Negara adalah merupakan sumber dari
segala sumber hukum (sumber tertib hukum)
Indonesia. Dengan demikian
Pancasila merupakan asas
kerokhanian tertib hukum
Indonesia yang dalam Pembukaan
UUD NKRI 1945
dijelmakan lebih lanjut
ke dalam empat pokok
pikiran. Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund)
dari Undang-Undang Dasar
NKRI 1945, mewujudkan
cita-cita hukum bagi
hukum dasar Negara (baik
hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis),
mengandung norma yang
mengharuskan Undang-Undang Dasar
mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah
dan lain-lain penyelenggara Negara (termasuk
para penyelenggara
partai dan golongan
fungsional) memang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur. Hal ini sebagaimana tercantum dalam pokok
pikiran keempat yang berbunyi sebagai berikut : “….. Negara berdasarkan atas
Ketuhanan yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Merupakan sumber semangat bagi
Undang-Undang Dasar NKRI 1945,
bagi penyelenggara Negara, para
pelaksana pemerintahan (juga
para penyelenggara partai dan
golongan fungsional). Hal
ini dapat dipahami
karena semagat adalah penting bagi
pelaksanaan dan penyelengaraan Negara, karena masyarakat
dan Negara Indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan
perkembangan zaman dan dinamika masyarakat dan Negara akan tetap diliputi dan
diarahkan asas kerokhanian Negara.
Dasar
formal Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia tersimpul
dalam Pembukaan UUD
NKRI 1945 alenia
IV yang berbunyi
sebagai berikut:”….. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia yang
terbentuk dalam suatu
susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat,
dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia”.
Pengertian
kata “…..dengan
berdasar kepada….” Hal ini
secara yuridis memiliki makna
sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat terakhir Pembukaan UUD NKRI 1945
tidak tercantum kata ’Pancasila’ secara eksplisit namun anak kalimat ”dengan
berdasar kepada” ini memiliki makna dasar Negara adalah Pancasila. Hal ini
berdasarkan interpretasi historis
yang ditentukan oleh
BPUPKI bahwa dasar Negara Indonesia itu disebut dengan
istilah Pancasila.
Sebagaimana
diinginkan oleh
pembentuk Negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah
sebagai dasar Negara Republik
Indonesia. Oleh karena
itu fungsi pokok
Pancasila adalah sebagai dasar Negara
Republik Indonesia. Hal ini
sesuai dengan dasar yuridis sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD NKRI
1945, ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 jo Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan
Ketetapan MPR No.
IX/MPR/1978, dijelaskan bahwa
Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum
atau sumber tertib
hukum Indonesia yang
ada pada hakikatnya adalah
merupakan suatu
pandangan hidup, kesadaran
dan cita-cita hukum serta
cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan dari bangsa Indonesia.
Selanjutnya
dikatakan bahwa
cita-cita mengenai
kemerdekaan individu, kemerdekaan
bangsa, perikemanusiaan, keadilan
sosial, perdamaian
nasional dan internasional, cita-cita politik mengenai
sifat, bentuk dan
tujuan Negara, cita-cita
moral mengenai kehidupan
kemasyarakatan dan
keagamaan sebagai pengejawantahan
dari budi nurani manusia.
Dalam
proses reformasi dewasa ini
MPR melalui sidang Istimewa
tahun 1998, mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara
Republik Indonesia yang tertuang
dalam Tap. MPR
No. IIII/MPR/1998. Oleh
karena itu segala
agenda dalam proses reformasi, meliputi berbagai bidang lain mendasarkan
pada kenyataan aspirasi rakyat
(Sila IV) juga
harus mendasarkan pada
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Reformasi tidak mungkin
menyimpang dari nilai
Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan serta keadilan,
bahkan harus bersumber kepadanya
B. Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Pada awal tahun 1945, Indonesia masih dijajah oleh Jepang. Jepang menjajah
Indonesia selama tiga tahun. Jepang menjajah Indonesia sejak tahun 1942.
Penjajahan itu dimulai setelah mereka berhasil mengusir Belanda. Jepang juga
berhasil menjajah beberapa negara di Asia Tenggara. Beberapa negara tersebut
antara lain Filipina, Burma (Myanmar), dan Vietnam. Saat itu, tentara Jepang
termasuk yang paling kuat di dunia.
Selama tahun 1945, keadaan berbalik. Tentara Jepang mulai mengalami
kekalahan di berbagai medan pertempuran. Pada Perang Pasifik, pasukan Jepang
dikalahkan oleh Amerika. Jepang juga dikalahkan oleh Sekutu pimpinan Inggris di
kawasan Indocina.
Kekalahan tersebut mengancam kekuasaan Jepang di negara-negara jajahannya.
Di Indonesia, Jepang juga harus menghadapi perlawanan rakyat. Terlebih lagi,
Belanda masih ingin kembali menjajah Indonesia. Pada waktu itu, Belanda
bergabung dengan Sekutu. Perlawanan rakyat dan usaha Belanda menjadikan
kedudukan Jepang kian lemah.
Akhirnya, Jepang terpaksa menjanjikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Janji
tersebut bertujuan untuk meredam gejolak dan perlawanan rakyat Indonesia.
Selain itu juga dimaksudkan untuk memberi kesan bahwa Jepang-lah yang
memerdekaan Indonesia. Dengan janji tersebut, rakyat Indonesia diharapkan
bersedia membantu Jepang menghadapi Sekutu.
Pemerintah Militer Jepang di Indonesia pada tanggal 29 April 1945 membentuk
suatu badan. Badan itu diberi nama Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, disingkat BPUPKI). Sepanjang
sejarah, BPUPKI hanya mengadakan sidang dua kali, yaitu:
a. Masa Sidang I tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945
b.
Masa
Sidang II tanggal 10 Juli - 16 Juli 1945
Badan ini telah membentuk beberapa panitia kerja yang di antaranya ialah:
a.
Panitia
Perumus dengan anggota 9 orang. Panitia ini disebut juga Panitia Sembilan.
Diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia Sembilan itu adalah:
1.
Ir.
Soekarno
2.
Drs.
Mohammad Hatta
3.
Mr. A.
A. Maramis
4.
Abikusno
Cokrosuyoso
5.
Abdulkahar
Muzakir
6.
Haji
Agus Salim
7.
Mr.
Ahmad Subarjo
8.
K. H.
A. Wachid Hasyim
9.
Mr.
Mohammad Yamin
b.
Panitia
perancang Undang Undang Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini kemudian
membentuk Panitia Kecil Perancang Undang Undang Dasar yang diketuai oleh Prof.
Mr. Dr. Soepomo.
c.
Panitia
Ekonomi dan Keuangan, diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
d.
Panitia
Pembelaan Tanah Air, diketuai oleh Abikusno Cokrosuyoso.
Dalam melaksanakan tugasnya, kedua panitia telah menghasilkan hal-hal
sebagai berikut:
a.
Panitia
Perumus berhasil menyusun naskah Rancangan Pembukaan Undang Undang Dasar pada
tanggal 22 Juni 1945. Rancangan
Pembukaan UUD ini kemudian dikenal dengan nama "Piagam Jakarta"
Piagam Jakarta terdiri dari empat alinea. Dalam alinea empat terdapat rumusan
Pancasila sebagai dasar negara.
b.
Panitia
perancang UUD berhasil menyusun Rancangan UUD Indonesia pada tanggal 16 Juli
1945.
Dalam sidang
pertama BPUPKI, beberapa anggota memberikan pidatonya, yaitu:
a.
Pidato
Mr. Mohammad Yamin, berjudul Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia pada tanggal 29 Mei
1945.
b.
Pidato
Prof. Dr. Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945.
c.
Pidato
Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
Setelah menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya
dibentuk badan baru yang dinamakan Dokuritsu Junbi Inkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,
disingkat PPKI). PPKI dibentuk tanggal 9 Agustus 1945. Badan ini diketuai oleh
Ir. Soekarno. Sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta.
Susunan
Pengurus BPUPKI
Ketua
: dr. Radjiman
Wedyodiningrat
Wakil
Ketua : Ichibangase Yosio dan RP. Suroso
Anggota Berjumlah 60 Orang yakn: Abikoesno Tjokrosoejoso, Haji A. Sanusi,
Kh Abdul Halim, Prof. Dr. Asikin Widjajakoesoemo, M.Aris, Abdul Kadir, Dr. R.
Boentaran Martoatmodjo, BPH Bintarto, Ki Hadjar Dewantara, AM. Dasaad, Prof,
Dr. PAH Djajadingrat, Drs. Moh. Hatta, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Mr. R.
Hindromartono, Mr.Muh Yamin, RAA Soemitro Kolopaking Probonegoro, Mr. Dr. R
Koesoemah Atmadja, Mr. J Latuharhary, R. Margono Djojohadikoesoemo, Mr. AA
Maramis, KH Masjkoer, KHM Mansoer, Moenandar, AK Moezakir, R. Otto Iskandar
Dinata, Parada Harahap, BPH Poeroebojo, R. Abdoelrahim Pratalykrama, R. Roeslan
Wongsokoesoemo, Prof. Ir. R Rooseno, H. Agoes Salim, Dr. Sambsi, Mr. RM
Sartono, Mr. R Samsoedin, Mr. R Sastromoeljono, Mr. R. Singgih, Ir. R Soekarno.
R. Soediman, R. Soekardjo Wiryopranoto, Dr. Soekiman, Mr. A. Subardjo, Prof.
Mr. Dr. soepomo, Ir. RMP Soerahman, Sutardjo Tjokroadisoerjo Kartohadikoesoemo,
R MTA Soeryo, Mr. Soesanto, Mr. Soewandi,Drs. KRMA Sosrodiningrat, KHA Wachid
Hasjim, KRM TH Woerjaningrat, RAA Wiranatakoesoema, Mr. KRMT Wongsonagoro, Ny.
Mr Maria Ulfa Santoso, Ny. RSS Mangoenpoespito, Oei Tjong Hauw, Oei Tiang
Tjoei, Liem Koen Hian, Mr. Tan Eng Hoa, PF Dahler, dan A. Baswedan.
Anggota Tambahan Sebanyak 6 Orang: KH. Abdul Fatah Hasan, R. Asikin
Natanegara, BKPA Soerjo Hamidjoyo, Ir. M Pangeran M. Noer, Mr. M Besar, Abdul
Kaffar.
Masa Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)
BPUPKI setelah terbentuk segera mengadakan persidangan. Masa persidangan
pertama BPUPKI dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pada
masa persidangan ini, BPUPKI membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia
merdeka. Pada persidangan dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara
yang akan dipakai Indonesia merdeka. Pendapat tersebut disampaikan oleh Mr.
Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno.
1)
Mr.
Mohammad Yamin
Mr. Mohammad Yamin menyatakan pemikirannya tentang dasar negara Indonesia
merdeka dihadapan sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945. Pemikirannya diberi
judul ”Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”. Mr. Mohammad Yamin
mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka yang intinya sebagai berikut:
a) Peri Kebangsaan;
b)
Peri
Kemanusiaan;
c)
Peri
Ketuhanan;
d)
Peri
Kerakyatan;
e)
Kesejahteraan
Rakyat.
2)
Mr.
Supomo
Mr. Supomo mendapat giliran mengemukakan pemikirannya di hadapan sidang
BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945. Pemikirannya berupa penjelasan tentang
masalah-masalah yang berhubungan dengan dasar negara Indonesia merdeka. Negara
yang akan dibentuk hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada hal-hal
berikut ini:
a) Persatuan;
b)
Kekeluargaan;
c)
Keseimbangan
Lahir dan Batin;
d)
Musyawarah;
e)
Keadilan
sosial.
3)
Ir.
Sukarno
Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Sukarno mendapat kesempatan untuk mengemukakan
dasar negara Indonesia merdeka. Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut
ini:
a)
Kebangsaan
Indonesia;
b)
Internasionalisme
atau Perikemanusiaan;
c)
Mufakat
atau Demokrasi;
d)
Kesejahteraan
Sosial;
e)
Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Kelima asas tersebut diberinya nama Pancasila sesuai saran teman yang ahli
bahasa. Untuk selanjutnya, tanggal 1 Juni kita peringati sebagai hari Lahir
Istilah Pancasila.
Masa
Persidangan Kedua BPUPKI (10–16 Juli 1945)
Masa persidangan
pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka
belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Untuk
itu, BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang beranggotakan sembilan
orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah
menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara Indonesia merdeka.
Anggota Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Soekarno (ketua), Abdul Kahar
Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Wachid Hasyim, Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad
Soebardjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan A. A. Maramis.
Tanggal 22 Juni
1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia
merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau
Jakarta Charter. Dalam piagam inilah termuat lima dasar negara Indonesia.
Pada tanggal 10
sampai dengan 16 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang kedua. Pada masa
persidangan ini, BPUPKI membahas rancangan undang-undang dasar. Untuk itu, dibentuk
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Ir. Sukarno.
Panitia tersebut
juga membentuk kelompok kecil yang beranggotakan tujuh orang yang khusus
merumuskan rancangan UUD. Kelompok kecil ini diketuai Mr. Supomo dengan anggota
Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman. Hasil
kerjanya kemudian disempurnakan kebahasaannya oleh Panitia Penghalus Bahasa
yang terdiri atas Husein Jayadiningrat, H. Agus Salim, dan Mr. Supomo.
Ir. Sukarno
melaporkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang pada sidang BPUPKI
tanggal 14 Juli 1945. Pada laporannya disebutkan tiga hal pokok, yaitu
pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang dasar, dan undang-undang
dasar (batang tubuh).
Pada tanggal 15 dan
16 Juli 1945 diadakan sidang untuk menyusun UUD berdasarkan hasil kerja Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar. Pada tanggal 17 Juli 1945 dilaporkan hasil kerja
penyusunan UUD. Laporan diterima sidang pleno BPUPKI.
Selesai menjalankan
tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945. Sebagai gantinya,
dibentuklah PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Dalam bahasa
Jepang, PPKI disebut Dokuritsu Junbi Inkai. PPKI-Iah yang mengesahkan Pembukaan
UUD 1945 yang rumusannya diambil dari Piagam Jakarta.
Susunan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
Ketua
: Soekarno
Wakil Ketua
: Mohammad Hatta
Anggota: Soepomo,
Radjiman Widyodiningrat, RP Suroso, Sutardjo, Wachid Hasjim, Ki Bagoes
Hadikoesoemo, Otto Iskandar Dinata, Abdul Kadir, Soerjohamidjojo, Poeroebojo,
Yap Tjawn Bing, J Latuharhary, Amir, Abdul Abas, Mohamad Hasan, Hamidhan, GSJJ
Ratulangi, Andipangeran, I Gusti Ktut Pudja.
Anggota Tambahan:
Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman, Sajuti, Koesoema Soemantri,
Subardjo.
Sidang Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
Jepang membubarkan
BPUPKI pada 7 Agustus 1945 sebelum terjadinya proklamasi kemerdekaan Indonesia
Kemudian, untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara setelah terjadinya
proklamasi kemerdekaan, maka dibentuklah panitia persiapan kemerdekaan
Indonesia (Dokuritsu Junbi Inkai) sebagai penggantinya.
PPKI dipimpin oleh
Ir. Sukarno, wakilnya Drs. Moh. Hatta, dan penasihatnya Ahmad Subarjo. PPKI
beranggotakan 21 orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Mereka terdiri atas 12 orang wakil dari Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2
orang wakil dari Sulawesi, dan seorang wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta
penduduk Cina.
C.
Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara
Ir. Soekarno dan
Drs. Mohammad Hatta bersama tokoh pejuang kemerdekaan akhirnya memproklamasikan
kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi di Jalan Pegangsaan Timur
Nomor 56 Jakarta (sekarang menjadi Gedung Perintis Kemerdekaan di Jalan
Proklamasi). Pengibaran bendera Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati
(istri Soekarno) dilakukan oleh Latief Hendraningrat dan Suhud. Adapun lagu
ciptaan WR. Soepratman, Indonesia Raya dinyanyikan bersama-sama secara
serentak.
Pada sidang Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia, seorang opsir Angkatan Laut Jepang (Ratulangi)
minta kepada Hatta supaya Piagam Jakarta dicoret dari pembukaan UUD 1945,
karena kalau tidak, kemungkinan golongan Kristen dan Katolik di Indonesia Timur
akan berdiri di luar republik. Maka Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan
pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat
”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo,
K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan.
Dalam waktu yang
tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”... dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan
untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita harus menghargai
nilai juang para tokoh-tokoh yang sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Para tokoh PPKI
berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan
golongan. Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang
agar permasalahan cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera
saja sidang pertama PPKI saat itu dibuka.
Jadi alasan
perubahan kalimat "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi menjadi "Ketuhanan Yang Maha
Esa"? karena kata-kata butir pertama sebelum diubah ternyata kurang
disetujui oleh sebagian komponen bangsa yang lain. Oleh karena itu, perubahan
tersebut perlu dilakukan. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga persatuan dan
kesatuan Indonesia yang baru saja merdeka. Akhirnya, usulan Moh. Hatta
disepakati oleh semua anggota PPKI. Jadilah sila pertama dasar negara berbunyi
"Ketuhanan Yang Maha Esa".
Selain pembahasan
perubahan sila pertama pancasila, pada sidang PPKI juga di bahas perubahan Bab
II UUD Pasal 6 yang semula berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia yang
beragama Islam” diubah menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”. Semua
usulan itu diterima peserta sidang. Hal itu menunjukkan mereka sangat
memperhatikan persatuan dan kesatuan bangsa.
Sidang pertama PPKI
dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan-keputusan sebagai berikut.
a. Menetapkan dan mengesahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
bahan-bahannya diambil dari Rancangan Pembukaan UUD 1945 yang telah disusun
oleh panitia perumus pada 22 Juni 1945 dengan berbagai perubahan.
b.
Menetapkan
dan mengesahkan UUD yang bahan-bahannya hampir seluruhnya diambil dari
rancangan UUD yang disusun oleh panitia perancang UUD pada 16 Juli 1945.
c.
Memilih
Ketua PPKI Ir. Soekarno dan wakil ketua Drs. Mohammad Hatta masing-masing
menjadi Presiden dan wakil Presiden Republik Indonesia.
d.
Pekerjaan
presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP).
Dalam sidang
pertamanya 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan undang-undang dasar negara
Indonesia yang kini terkenal dengan sebutan UUD 1945, terdiri atas dua bagian,
yaitu "Pembukaan" yang di dalamnya memuat Pancasila dan "Batang
Tubuh UUD." Keberadaan UUD 1945 diumumkan dalam berita Republik Indonesia
Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 pada halaman 45–48. Selanjutnya dalam Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 1968 ditegaskan kembali tentang rumusan
Pancasila sebagai berikut.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3.
Persatuan
Indonesia.
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat an perwakilan.
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
D.
Semangat Pendiri Negara dalam Merumuskan dan Menetapkan Pancasila sebagai
Dasar Negara
Para pejuang yang
termasuk dalam masa proklamasi kemerdekaan dalam fakta sejarah termasuk
angkatan 45. Adapun hakekat dan nilai angkatan 1945 adalah sebagai
berikut:
Sifat dan Jiwa
Angkatan 45
1. “Pro Patria” dan “Primus Patrialis” yaitu selalu berjiwa untuk tanah air
dan mendahulukan kepentingan tanah air.
2.
Jiwa
solidaritas atau kesetiakawanan sosial dari semua lapisan masyarakat terhadap
perjuangan kemerdekaan
3.
Jiwa
toleransi atau tenggang rasa antar agama, suku, dan golongan
4.
Jiwa
tanpa pamrih dan bertanggung jawab
5.
Jiwa
kesatria, kebesaran jiwa yang tidak mengandung balas dendam.
Semangat 45
1. Semangat menentang dominasi asing dalam segala bentuk, terutama penjajahan
dari suatu bangsa terhadap bangsa lain.
2.
Semngat
pengorbanan seperti pengorbanan benda, jiwa dan raga
3.
Semangat
tahan derita dan tahan uji
4.
Semangat
kepahlawanan
5.
Semangat
persatuan dan kesatuan
6.
Perpacaya
pada diri sendiri
7.
Sifat,
Jiwa dan semangat 45 itulah yang harus dijadikan contoh sikap postip generasi
muda terhadap makna proklamasi dan suasana kebatinan konstitusi yang pertama.
Selain sifat, jiwa
dan Semangat 45 di atas yang harus kita jadikan contoh terdapa pula pula ekses
negatif angkatan 45 yang perlu kita hindari, yakni:
1. Kolabortor dan koperator dalam arti kerjasama dengan pihak penentang
kemerdekaan;
2.
Persaingan
tidak sehat antar golongan
3.
Separatisme,
yaitu pemisahan dari negara kesatuan
4.
Oportunitas,
yaitu paham yang ingin menguntungkan diri sendiri dipihak manapun ia berdiri.
Terdapat banyak
cara untuk menunjukan sikap postif kita terhadap proklamasi kemerdekaan, salah
satunya dengan mempertahankan kemerdekaan serta mengisinya dengan pembangunan dalam segala aspek
kehidupan. Dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itulah sifat, jiwa dan
semangat 45 perlu kita teladani, dan ekses negatif yang disebutkan di atas
perlu kita hindari.
Bagaimana cara
mengisi kemerdekaan itu sendiri? Tentu banyak cara yang dapat dilakukan.
Seorang petani misalnya, dia harus giat bekerja untuk mendapat hasil yang lebih
baik, seorang dokter harus bekerja secara baik agar mendapatkan hasil yang
optimal, begitu pula seorang siswa harus belajar dengan baik untuk mempersiapkan
kehidupan di masa yang datang, dan banyak contoh lainnya.
Lalu bagaimana
sikap positif kita terhadap suasana kebatinan konstitusi yang pertama (UUD
1945)? Sebagaimana telah kita bahas pada bagian terdahulu bahwa inti suasana
kebatinan konstitusi yang pertama (UUD 1945) adalah Pancasila. Oleh karena itu,
sikap positip yang harus ditampilkan terhadap suasana kebatinan UUD 1945 adalah
mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu contoh
mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
1. Berdasarkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kita wajib percaya dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2.
Berdasarkan
sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; dalam pergaulan kita tidak boleh
membeda-bedakan manusia berdasarkan ras atau warna kulit, suku bangsa,
golongan, pangkat, kdedukan dan hal lainnya yang merendahkan harkat dan
martabat orang lain.
3.
Berdasarkan
sila Persatuan Indonesia; kita harus bangga berbangsa dan bertanah air
Indonesia, menggunakan produk dalam negeri, menempatakan persatuan dan
kesatuan, dan lainnya.
4.
Berdasarkan
sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
pemusyawaratan/perwakilan, kita harus menghargai pendapat orang lain dalam
bermusyawarah, ikut serta dalam pemilihan umum dengan penuh rasa tanggung
jawab.
5.
Berdasarkan
sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kita wajib menghargai hasi
karya orang lain, mau melaksanakan gotong royong, dan kegiatan
kerjabakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar